Kenny Wiston
PENDAHULUAN
Memorandum ini membahas ketentuan hukum terkait penggunaan strobo, sirene, dan rotator pada kendaraan bermotor di Indonesia, termasuk larangan pemasangan pada kendaraan pribadi, prosedur perizinan, serta penggunaan jasa pengawalan (patwal) yang dilengkapi perangkat tersebut. Analisis dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan penekanan pada pembatasan hak penggunaan, sanksi pidana atas pelanggaran, serta tata cara pengawalan oleh petugas berwenang. Tujuan memorandum ini adalah memberikan pemahaman normatif dan rekomendasi hukum yang sesuai dengan kerangka hukum nasional.
PEMBAHASAN
- Ketentuan Hukum Penggunaan Strobo, Sirene, dan Rotator pada Kendaraan Bermotor
- Penggunaan strobo, sirene, dan rotator diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalandan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012.
- Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2009:
- Hanya kendaraan bermotor untuk kepentingan tertentu yang dapat dilengkapi lampu isyarat (strobo/rotator) dan/atau sirene.
- Lampu isyarat terdiri atas warna merah, biru, dan kuning, dengan fungsi dan peruntukan berbeda.
- Pasal 59 ayat (5) mengatur:
- Lampu biru dan sirene: hanya untuk kendaraan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
- Lampu merah dan sirene: untuk kendaraan tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
- Lampu kuning tanpa sirene: untuk kendaraan patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas, perawatan fasilitas umum, kendaraan derek, dan angkutan barang khusus.
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012memperjelas jenis dan persyaratan teknis lampu isyarat, termasuk jarak pandang minimal 200 meter dan batasan lebar kabin.
- Penjelasan Pasal 44 PP No. 55 Tahun 2012 menegaskan kendaraan yang berhak meliputi pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan pertolongan kecelakaan, pimpinan lembaga negara, pengangkut jenazah, petugas kepolisian, pengawalan TNI, penanganan bencana alam, dan pengawasan jalan tol.
- Penggunaan sembarangan atau pada kendaraan pribadi merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (Pasal 287 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009).
- Tata cara pemasangan dan penggunaan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 59 ayat (6) dan (7) UU No. 22 Tahun 2009).
- Prosedur dan Tata Cara Perizinan Penggunaan Strobo, Sirene, dan Rotator untuk Kendaraan Pribadi
- Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) dan (5) UU No. 22 Tahun 2009, lampu isyarat dan sirene hanya dapat dipasang pada kendaraan bermotor untuk kepentingan tertentu, bukan kendaraan pribadi.
- Penjelasan Pasal 59 ayat (1) menegaskan “kepentingan tertentu” adalah kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat sebagai tanda memiliki hak utama atau memerlukan perhatian khusus dari pengguna jalan untuk keselamatan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012memperjelas bahwa hanya kendaraan yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 44 yang berhak menggunakan perangkat tersebut.
- Tata cara pemasangan dan penggunaan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun tetap mengacu pada pembatasan jenis kendaraan yang berhak.
- Penggunaan strobo, sirene, dan rotator pada kendaraan pribadi tanpa hak merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 287 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009.
- Dengan demikian, tidak terdapat prosedur atau tata cara perizinan untuk penggunaan strobo, sirene, dan rotator pada kendaraan pribadi karena secara hukum hal tersebut dilarang.
- Penggunaan Jasa Patwal yang Dilengkapi Strobo, Sirene, dan Rotator untuk Kendaraan Pribadi
- Penggunaan jasa patwal (patroli dan pengawalan) yang dilengkapi strobo, sirene, dan rotator untuk mengawal kendaraan pribadi diperbolehkan dengan ketentuan tertentu.
- Berdasarkan Pasal 134 dan 135 UU No. 22 Tahun 2009, kendaraan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan di jalan harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirene.
- Hak utama diberikan kepada kendaraan yang memenuhi kriteria Pasal 134, seperti pemadam kebakaran, ambulans, pertolongan kecelakaan, pimpinan lembaga negara, iring-iringan jenazah, dan konvoi tertentu atas pertimbangan petugas kepolisian.
- Pengawalan oleh Polri bertujuan untuk mewujudkan dan memelihara keamanan lalu lintas. Kendaraan yang dikawal polisi dapat memperoleh prioritas di jalan sesuai ketentuan, namun kendaraan pribadi yang dikawal tidak otomatis memperoleh hak utama kecuali memenuhi kriteria.
- Penggunaan strobo, sirene, dan rotator hanya boleh dilakukan oleh kendaraan patwal resmi milik Polri atau kendaraan lain yang secara hukum berhak, bukan oleh kendaraan pribadi.
- Kendaraan pribadi yang menggunakan jasa pengawalan patwal tidak boleh memasang atau mengoperasikan sendiri strobo, sirene, atau rotator, karena hal ini merupakan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 59 dan Pasal 287 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009.
- Tata cara pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu, termasuk pengawalan, diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012, yang menegaskan bahwa tindakan pengaturan lalu lintas oleh petugas, termasuk penggunaan isyarat bunyi dan cahaya, hanya dapat dilakukan oleh petugas yang berwenang.
- Dengan demikian, kendaraan pribadi boleh menggunakan jasa pengawalan patwal yang dilengkapi strobo, sirene, dan rotator, asalkan perangkat tersebut hanya dioperasikan oleh petugas patwal yang berwenang, bukan oleh pemilik atau pengemudi kendaraan pribadi.
4. Gejolak Sosial Stop Tot Tot Wuk Wuk
Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” adalah fenomena menarik yang menunjukkan kekuatan kontrol sosial dari masyarakat. Secara umum, gerakan ini adalah bentuk protes publik terhadap penyalahgunaan strobo, rotator, dan sirine oleh pihak yang tidak berhak, terutama oleh kendaraan pribadi atau konvoi pejabat yang tidak dalam kondisi darurat.
Berikut adalah beberapa hal penting mengenai gerakan ini:
1. Reaksi dan Kontrol Sosial
Istilah “tot tot wuk wuk” yang mengimitasi bunyi sirene dengan nada satir, menunjukkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan publik. Melalui stiker, meme, dan unggahan di media sosial, masyarakat menciptakan narasi bahwa penggunaan alat-alat tersebut oleh non-prioritas adalah bentuk arogansi dan ketidakadilan. Mereka seolah mengirim pesan tegas: “Kalian yang berhak menggunakan fasilitas negara ini dibiayai dari pajak kami. Jadi, janganlah bersikap semena-mena.”
2. Efektivitas Gerakan
Meskipun bukan gerakan yang terorganisir secara formal, dampak “Stop Tot Tot Wuk Wuk” ini cukup signifikan. Gerakan ini berhasil mendorong respons dari berbagai pihak berwenang, mulai dari Korlantas Polri hingga Panglima TNI. Bahkan, beberapa pejabat tinggi telah merespons dan mengevaluasi penggunaan pengawalan dengan sirene. Ini menunjukkan bahwa suara publik, terutama yang disebarkan melalui media sosial, memiliki kekuatan untuk memengaruhi kebijakan dan perilaku di tingkat tertinggi.
3. Tuntutan akan Keadilan
Inti dari gerakan ini bukan hanya tentang menolak suara bising, tetapi juga tentang menuntut keadilan di jalan raya. Masyarakat merasa bahwa jalan adalah ruang publik yang harusnya memiliki hak yang sama bagi semua pengguna. Ketika ada pihak yang mendapatkan hak istimewa tanpa dasar yang jelas, hal itu dianggap melukai rasa keadilan. Gerakan ini menekankan bahwa prioritas di jalan seharusnya hanya diberikan untuk keadaan yang benar-benar darurat, seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan penanganan kecelakaan, bukan untuk sekadar memangkas waktu tempuh.
Secara keseluruhan, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” adalah cerminan dari kesadaran masyarakat yang semakin tinggi terhadap hak-hak mereka di ruang publik. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi pasif dan berani menyuarakan keresahannya, mendorong penegak hukum untuk bertindak lebih tegas dan konsisten dalam menegakkan aturan yang sudah ada.
KESIMPULAN
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, penggunaan strobo, sirene, dan rotator hanya diperbolehkan pada kendaraan tertentu yang memiliki hak utama atau kepentingan khusus. Tidak terdapat prosedur perizinan bagi kendaraan pribadi untuk menggunakan perangkat tersebut. Kendaraan pribadi dapat menggunakan jasa pengawalan patwal resmi, namun perangkat strobo, sirene, dan rotator hanya boleh dioperasikan oleh petugas yang berwenang. Disarankan untuk mematuhi seluruh ketentuan hukum guna menghindari sanksi pidana.
LAMPIRAN DASAR HUKUM