Kenny Wiston
PENDAHULUAN
Memorandum ini membahas rezim kepailitan yang berlaku bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, jenis-jenis BUMN, akibat hukum apabila BUMN diputus pailit, serta kemungkinan negara dinyatakan pailit apabila melakukan perikatan perdata. Analisis dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan yurisprudensi yang relevan, dengan penekanan pada perbedaan perlakuan hukum antara BUMN berbentuk Persero dan Perum, serta batasan hukum terhadap kepailitan negara sebagai subjek hukum.
PEMBAHASAN
- Jenis BUMN, Rezim Kepailitan, dan Akibat Hukum BUMN Pailit
- Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN terdiri atas dua bentuk utama:
- Persero: Berbentuk perseroan terbatas (PT), bertujuan memperoleh keuntungan, dengan minimal 51% saham dimiliki negara.
- Perum: Seluruh modal dimiliki negara, tidak terbagi atas saham, bertujuan menyediakan barang/jasa untuk kemanfaatan umum.
- Rezim kepailitan BUMN diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU):
- Untuk Perum, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU).
- Untuk Persero (PT), permohonan pailit dapat diajukan oleh kreditur atau debitur sendiri, dengan syarat terdapat dua atau lebih kreditur dan utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih (Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU).
- Akibat hukum BUMN pailit:
- Seluruh harta kekayaan BUMN menjadi boedel pailit dan dikelola kurator di bawah pengawasan hakim pengawas (Pasal 16 ayat (1) UU KPKPU).
- Debitur (BUMN) kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya sejak putusan pailit diucapkan.
- Kreditur hanya dapat menagih piutang melalui mekanisme pencocokan piutang oleh kurator (Pasal 1131 KUHPerdata, Pasal 16 UU KPKPU).
- Untuk Perum, Menteri tidak bertanggung jawab atas kerugian melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan, kecuali terdapat perbuatan melawan hukum tertentu.
- Untuk Persero, jika kepailitan terjadi karena kesalahan/kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup, direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kewajiban yang tidak terlunasi, kecuali dapat membuktikan tidak bersalah (Pasal 104 PP 83/2015, Pasal 100 PP 38/2018).
- Dengan demikian, rezim kepailitan BUMN sangat bergantung pada bentuk hukumnya, dan akibat hukum kepailitan mengikuti ketentuan umum dengan kekhususan tertentu.
- BUMN yang Telah Diputus Pailit
- Salah satu BUMN yang telah diputus pailit oleh pengadilan niaga adalah PT Istaka Karya (Persero).
- Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 124/Pdt.Sus/2011, PT Istaka Karya (Persero) dinyatakan pailit karena tidak termasuk BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU.
- Permohonan pailit dapat diajukan oleh kreditur apabila syarat kepailitan terpenuhi, yaitu terdapat dua kreditur atau lebih dan utang yang sudah jatuh tempo (Sumber).
- Selain PT Istaka Karya (Persero), terdapat BUMN lain yang pernah diajukan permohonan pailit, namun tidak seluruhnya dikabulkan pengadilan.
- Penetapan pailit terhadap BUMN tetap tunduk pada Pasal 2 ayat (1) dan (5) UU KPKPU.
- Untuk Persero (PT), permohonan pailit dapat diajukan oleh kreditur maupun debitur.
- Untuk Perum yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
- PT Istaka Karya (Persero) menjadi contoh konkret BUMN yang telah diputus pailit di Indonesia.
- Kemungkinan Negara Dinyatakan Pailit Jika Melakukan Perikatan Perdata
- Negara tidak dapat dinyatakan pailit meskipun pemerintah melakukan perikatan perdata.
- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negaradan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, diatur mekanisme pembayaran tagihan pihak ketiga oleh negara, namun tidak diatur tata cara kepailitan negara.
- Mahkamah Konstitusi menegaskan Pasal 50 UU 1/2004 tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga negara tidak dapat dinyatakan pailit dan tidak dapat dikenakan sita umum atas asetnya (Sumber).
- Rezim kepailitan di Indonesia, sebagaimana diatur dalam UU KPKPU, tidak mengatur mekanisme kepailitan terhadap negara sebagai subjek hukum, melainkan hanya terhadap badan usaha, termasuk BUMN, dengan syarat dan tata cara tertentu.
- Dengan demikian, meskipun pemerintah melakukan perikatan perdata dan memiliki kewajiban pembayaran, negara tidak dapat dinyatakan pailit dan tidak dapat dikenakan sita umum atas asetnya sebagaimana mekanisme kepailitan pada subjek hukum lain.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa rezim kepailitan BUMN sangat dipengaruhi oleh bentuk hukumnya, dengan Persero dan Perum tunduk pada ketentuan dan tata cara yang berbeda. Akibat hukum kepailitan BUMN mengikuti ketentuan umum dengan kekhususan tertentu, khususnya terkait tanggung jawab direksi dan mekanisme permohonan pailit. Negara sebagai subjek hukum tidak dapat dinyatakan pailit meskipun melakukan perikatan perdata. Direkomendasikan agar setiap tindakan hukum terkait kepailitan BUMN memperhatikan bentuk hukum BUMN dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
LAMPIRAN DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
- Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2015
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2018
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara